Kamis, 26 Mei 2016

Metabolisme Glukosa


1.    Pengertian Glukosa
Glukosa tebentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Joyce, 2007).  Glukosa adalah suatu gula enam karbon yang sederhana. Glukosa dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk disakarida (secara kimiawi terikat ke molekul gula lain) dan sebagai kanji polisakarida kompleks. Dalam mukosa usus halus, disakarida diuraikan menjadi monosakarida oleh enzim yang disebut disakaridase. Kanji diuraikan oleh amylase yang dikeluarkan oleh pankreas dan juga oleh kelenjar air liur. Gula diserap di usus dalam bentuk monosakarida (Sacher & Richard, 2004).
Penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Jika terjadi peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia), berarti insulin yang beredar tidak mencukupi atau tidak berfungsi dengan baik (resisten) dan kondisi inilah yang disebut sebagai DM. Kadar gula darah puasa yang mencapai lebih dari 125 mg/dL biasanya menjadi indikasi terjadinya diabetes (Joyce, 2007).
Menurut Sacher dan Richard, 2004, hormon-hormon yang mempengaruhi kadar glukosa adalah :
1.    Insulin
2.    Somatostatin
3.    Glucagon
4.    Epinefrin
5.    Kortisol
6.    Adrenocorticotropic Hormone (ACTH)
7.    Growth hormon
8.    Tiroksin
Kecuali insulin, hormon yang lain memberikan efek meningkatkan kadar glukosa darah.

2.    Metabolisme Glukosa
Karbohidrat merupakan sumber energi utama  bagi tubuh. Salah satu hasil pencernaan karbohidrat adalah glukosa. Setelah diserap oleh usus halus, glukosa akan segera masuk ke dalam darah. Dari darah, sebagian besar glukosa akan dibawa ke hati, dan sebagian kecil disimpan dalam otot (Sumardjo, 2006). 
Glukosa yang terabsorbsi dalam usus halus ditransport ke hati melalui vena porta hepatica. Di dalam hati, glukosa disimpan dalam bentuk glikogen atau dilepas ke dalam darah untuk ditransport ke sel-sel lain. Glukosa dapat diubah menjadi lemak oleh hati dan jaringan adipose jika ada kelebihan glukosa (Sloan, 2004). Selain berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh, glukosa juga berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak (Irawan, 2007).
Glukosa dalam tubuh dapat berasal dari beberapa sumber. Pertama, glukosa berasal dari makanan yan berupa gula atau karbohidrat  yang kemudian dicerna menjadi glukosa dan gula sederhana lain. Kedua, glukosa disintesa dari sumber energi lain terutama oleh hati yang dikenal dengan gluconeogenesis. Ketiga, guloksa yang tersimpan dalam hati, otot, dan jaringan lain dalam bentuk glikogen (Dugi, 2006).
Proses metabolisme glukosa dibantu oleh beberapa hormon, terutama insulin. Insulin disintesis oleh sel ß Langerhans pankreas dan dapat menurunkan kadar gula darah dalam tubuh jika dalam tubuh terjadi peningkatan kadar glukosa dengan cara membawa glukosa ke dalam hati, otot dan jaringan adipose (diunggah pada tanggal 11 Juli 2012 dari http://www.dentallearning.org).
Proses metabolisme glukosa yang terjadi sesaat setelah kita makan yaitu konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan sel ß memproduksi hormon insulin sehingga konsentrasi insulin dalam darahpun akan meningkat. Selanjutnya, glukosa akan ditransport ke dalam sel. Didalam sel, sebagian glukosa dimetabolisme, sedangkan sebagian lagi dibawa ke hati untuk dibentuk menjadi gllikogen melalui proses yang bernama glikogenesis. Setelah proses tersebut, kadar glukosa dalam tubuh akan kembali menurun dan kembali menjadi normal.
Gambar  Metabolisme Glukosa
(di unggah dari The Dental Learning Network. Chapter One-Glucose Metabolisme and Hormonal Regulation [internet]. [cited 2012 Juli 11]. Available from: http://www.dentallearning.org /course/fde0006/c1/index.htm)


Sumber:

Dugi, Klaus. The Incidence of Diabetes is on the Rise, in both of Development and Development Worlds. 2006. Tersedia http://www.scienceinschool.org/ 2006/ issue1/ diabetes.html. Diunduh pada tanggal 12 Juli 2012.

Irawan, M.Anwari. (2007). Glukosa dan Metabolisme Energi. Polton Sport Science & Performance Lab., 01(06), 2-4.

Kee, Joyce LeFever. (2007). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik edisi 6. Jakarta: EGC


Sloane, Ethel. (2004). Alih Bahasa James Veldman. Anatomi dan Fisiologi. Ed. 1. Jakarta: EGC Kedokteran




Manfaat Labu Siam ( Sechium edule )

1.    Klafifikasi Ilmiah
Kerajaan       : Plantae
Divisi             : Magnoliophyta
Kelas             : Magnoliopsida
Ordo              : Violales
Famili                        : Cucurbitaceae
Genus           : Sechium
Spesies         : S. edule
Nama binomial : Sechium edule (Jacq.) Swartz.
Labu siam atau jipang adalah tumbuhan suku labu-labuan yang dapat dimakan buah dan pucuk mudanya. Tumbuhan ini merambat di tanah dan biasa dibudidayakan di pekarangan, biasanya di dekat kolam. Buah menggantung dari tangkai, daunnya berbentuk mirip segitiga dan permukaannya berbulu (http://id.wikipedia.org/wiki/Labu_siam diunduh pada tanggal 14 November 2011).

2.    Kandungan Buah Labu Siam
Banyak zat gizi yang terkandung dalam labu siam, antara lain :
1.    Asam folat, merupakan salah satu bagian dari vitamin B-kompleks yang berfungsi untuk memindahkan atom karbon tunggal dalam bentuk gugus formil, hidroksimetil atau metal dalam reaksi-reaksi penting metabolisme beberapa asam amino dan sintesis asam nukleat.
2.    Vitamin B3 (Niasin), bentuk aktif niasin adalah niacinamide yang merupakan komponen dari koenzim. Ada dua koenzim yang memerlukan niasin, yaitu NAD atau disebut co-enzim I dan NADP atau disebut Co-enzim II.
3.    Vitamin B6, bagian dari coenzim PLP (Pyridoxal Phosphate) dan PMP (Pyridoxamine Phospate) yang berguna dalam metabolisme asam amino dan lemak, membantu mengubah triptopan menjadi niasin dan serotonin, serta membantu dalam pembentukan sel darah merah (Rolfes, dkk, 2009). Selain itu, vitamin B6 juga berfungsi sebagai coenzim dalam metabolisme karbohidrat dan protein (Pangkalan Ide, 2008).
4.    Selenium, selenium bekerjasama dengan vitamin E untuk mengurangi produksi radikal bebas dalam tubuh dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel.
5.    Kalium, merupakan ion bermuatan posiif, kalium diabsorbsi dengan mudah di usus halus dan dikeluarkan dalam bentuk ion dengan menggantikan ion natrium melalui mekanisme pertukaran di dalam ginjal. Bersama natrium, kalium berperan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator terutama dalam metabolisme energi, sintesis glikogen dan protein.
Labu siam mempunyai banyak kegunaan, beberapa diantaranya sebagai penurun tekanan darah, mempunyai efek diuretik, dapat menyembuhkan ganggguan sariawan, panas dalam, demam pada anak-anak serta baik digunakan oleh penderita asam urat dan DM. Labu siam juga memiliki efek antioksidan, antimikrobial, diuretik, antihipertensi dan hipokolesterol. Selain itu labu siam juga mempunyai efek hipoglikemi (Khikmawati, 2009).
Senyawa lain yang terkandung dalam buah labu siam adalah saponin, alkaloid, polifenol, antosianin dan flavonoid (Khikmawati, 2009).
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari polifenol dan sangat efektif digunakan untuk antioksidan. Senyawa flavonoid banyak ditemukan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007). Senyawa ini dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan laju oksidasi lemak. Pada kasus penyakit jantung, penghambatan oksidasi LDL oleh flavonoid dapat mencegah pembentukan sel-sel busa dan kerusakan oleh lipid (Astawan dan Kasih, 2008).
Flavonoid terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:
a)    Anthocyanidin, merupakan pigmen berwarna biru dan ungu yang memiliki fungsi dapat meningkatkan kesehatan kulit.
b)    4-oxo-flavonoid, merupakan 90% dari komponen flavonoid, berfungsi mencegah peradangan dan alergi serta memicu sekresi hormon insulin.
c)    Citrus biflavonoid, berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan sirkulasi darah. Flavonoid ini dapat ditemukan pada jeruk, lemon, limau dan berbagai buah citrus lainnya.

d)    Isoflavonoid, flavonoid yang mirip dengan 4-oxo-flavonoid dan berperan dalam memproduksi hormon estrogen (Lau, 2009).

Sumber:
Astawan, Made dan Adreas Leomitro Kasih. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Khikmawati, Wahidah Nur. (2009). Pengaruh Pemberian Perasan Labu Siam (Sechium edule (Jacq.)Sw) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Kelinci Jantan New Zealand yang dibebani Glukosa. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Lau, Edwin. (2009). Healty Express. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Rolfes, Sharon Rady, Kathryn Pinna dan Ellie Whitney. (2009). Understanding Normal And Clinical Nutrition. Canada: Nelson Education

Wikipedia. Labu Siam [Internet]. 2011 [cited 2011 November 14]. Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Labu_siam

Diabetes Mellitus


1.    Definisi
DM (DM) adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas dan  mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang diproduksi tubuh tidak dapat diproses secara sempurna, sehingga kadar glukosa dalam darah akan meningkat (Utami & Tim Lentera, 2003). Sedangkan menurut  Ronald dan Richard, 2004, DM adalah suatu kelainan pada metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi, glikosuria dan setelah beberapa tahun muncul berbagai penyakit klinis seperti penyakit vaskular aterosklerotik, penyakit ginjal, neuropati, retinopati dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa DM merupakan penyakit yang ditandai oleh hiperglikemia kronis sehingga mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein serta lemak (Ramachandran & Snehalatha, 2008).

2.    Klasifikasi DM
Klasifikasi DM diredefinisi pada tahun 1997 oleh suatu komite pakar dari the American Diabetes Association (Sacher & Richard, 2004).

2.1   Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak dan dikenal dengan sebutan tipe juvenile, pada diabetes tipe ini, tubuh tidak dapat memproduksi insulin (diunduh pada tanggal 14 Februari 2012 dari http://www.diabetes.org) sehingga terjadi defisiensi insulin absolut (Sacher & Richard, 2004).

2.2  Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 terjadi karena sebagian kecil sel beta langerhans yang memproduksi insulin dalam pankreas mengalami kerusakan. Kelompok ini terdiri dari diabetes tidak gemuk (non-obese) dan gemuk (obese) (Utami & Tim Lentera, 2003). Pada tipe ini insulin yang diproduksi oleh tubuh sedikit dan terjadi resistensi insulin (diunduh pada tanggal 14 februari 2012 dari http://www.diabetes.org). Mayoritas pasien DM tipe 2 tidak bergantung pada insulin dan kebanyakan diantara mereka menderita diabetes pada usia dewasa. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika terlihat keadaan ini berhubungan dengan stress atau penyakit lain yang menjangkiti pasien DM (Ambady & Chamukuttan, 2008).

2.3  Diabetes Mellitus Tipe Lain
Menurut Sacher dan Ronald, 2004, diabetes yang termasuk tipe ini adalah:
a.    Defek genetik sel beta.
b.    Defek genetik kerja insulin.
c.    Penyakit yang mempengaruhi pankreas eksokrin.
d.    Endokrinopati (yang melibatkan hormon lain, misalnya GH dan kortisol).
e.    Defek akibat obat bahan kimia, infeksi, gangguan autoimun.
Sedangkan menurut Utami dan Tim Lentera, 2003, yang termasuk diabetes dalam tipe ini adalah :
a.    DM terkait malnutrisi. Disebabkan kekurangan nutrisi atau gizi pada penderita.
b.    DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu. Termasuk kedalam kelompok ini adalah penyakit pankreas, penyakit hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat atau zat kimia, gangguan reseptor insulin, dan syndrome genetik tertentu atau gejala-gejala penyakit keturunan seperti DM.
c.    Toleransi Glukosa Terganggu (TGT). Terjadi pada kelompok tidak gemuk, gemuk, dan berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu (Utami & Tim Lentera, 2003). Toleransi glukosa terganggu merupakan tahap terjadinya gangguan pada regulasi glukosa. Keadaan ini dapat ditemukan bukan hanya dalam kedaan DM tetapi juga dapat terlihat pada setiap kelainan hiperglikemia dan TGT (Ambady & Chamukuttan, 2008).

2.4  Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)
Diabetes gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan deteksi pertama kali pada saat hamil. Intoleransi glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak diketahui sebelumnya (Ambady & Chamukuttan, 2008). Sebagian besar perempuan dengan GDM akan memperlihatkan pemulihan kadar glukosa menjadi normal setelah persalinan, tetapi banyak yang tetap beresiko mengidap diabetes pada masa mendatang (Sacher & Richard, 2004). Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi tinggi atau diatas normal), penyakit jantung bawaan, kelainan system syaraf pusat dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi (http://id.wikipedia.org/wiki/ Diabetes_mellitus diunduh pada tanggal 14 November 2011).



3.    Gejala Klinis

Gejala DM sangat bervariasi. Umumnya, gejala yang dirasakan penderita adalah sering buang air kecil terutama pada malam hari (poliura), sering haus (polidipsia), dan sering lapar (polifagia). Gejala lain yang sering dirasakan oleh penderita adalah kesemutan dan mati rasa (baal) yang diakibatkan neuropati, tubuh nenjadi lemah dan mudah merasa lelah, luka atau bisul yang tak kunjung sembuh meskipun luka hanya timbul karena hal sepele seperti luka lecet dan ganguan yang paling berat adalah hilangnya kemampuan berpikir seseorang (Utami & Tim Lentera, 2003).

Sumber:
Ramachandran, Ambady dan Chamukuttan Snehalatha. (2008). Diabetes Melitus. Dalam Michael J. Gibney, Margaret, Kearney dan Arat. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. (2004). Tinjauan klinis hasil pemeriksaan Laboratorium edisi 11. Alih Bahasa oleh Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari. Jakarta: EGC

Utami, Prapti dan Tim Lentera. (2003). Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Melitus. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Wikipedia. Diabetes Melitus [Internet]. 2011 [cited 2011 November 14]. Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus

Protection Motivation Theory (PMT)


A.    Sejarah
            Protection Motivation Theory (PMT) merupakan teori yang dikembangkan oleh Rogers (1975). Teori ini didasarkan pada karya Richard Lazarus yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meneliti bagaimana seseorang berperilaku dan mengatasi situasi stres. Dalam bukunya yang berjudul “Stress, Appraisal and Coping”, Rizard Lazarus membahas gagasan proses penilaian kognitif dan bagaimana mereka berhubungan dalam mengatasi stres.
Rogers mengembangkan PMT yang merupakan lanjutan dari HBM dengan memasukan beberapa faktor tambahan. Teori BPMT (1975), berisi teori untuk mencari kejelasan pemahaman menghadapi ancaman. Kemudian pada tahun 1983, teori BPMT, Rogers mengembangkan BPMT menjadi teori PMT yang diperluas pada suatu teori dengan pendekatan komunikasi persuasif dan penekanan perubahan tingkah laku.

B.     Konsep Protection Motivation Theory
Protection Motivation Theory (PMT) adalah teori perilaku yang berfungsi mengembangkan intervensi untuk mengurangi ancaman pada individu dengan penelitian dan mengintegerasikan konsep psikologis, sosiologis dan bidang lain  yang terkait.
Teori ini telah digunakan dalam penelitian dengan dua bentuk, yaitu:
1.      PMT digunakan sebagai kerangka kerja untuk mengembangkan dan mengevaluasi komunikasi yang persuasif.
2.      PMT digunakan untuk model sosial kognisi untuk memprediksi perilaku sehat.
          Teori ini mengatakan bahwa peringatan yang menakutkan (fear appeals) mungkin efektif untuk merubah sikap dan perilaku (Hovlan et al., 1953). Ketakutan dapat menjadi tenaga penggerak yang memotivasi perilaku trial and error. Jika seseorang menerima informasi yang menakutkan, maka seseorang akan termotivasi untuk menurunkan kondisi emosional yang tidak menyenangkan. Jika informasi juga mengandung saran untuk berperilaku tertentu, mengikuti saran merupakan salah satu cara untuk menurunkan ancaman. Jika saran untuk berperilaku dapat menurunkan ketakutan, maka perilaku tersebut akan diperkuat dan kemungkinan untuk melakukan perilaku di masa yang akan datang akan meningkat. Tetapi jika saran tersebut tidak menurunkan ketakutan atau tidak ada saran untuk melakukan perilaku, pilihan coping maladaptif, seperti menghindar atau menyangkal, akan digunakan untuk menurunkan tingkat ketakutan.
            Menurut PMT, seseorang berkeinginan melakukan sesuatu karena memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi untuk melindungi diri bergantung pada empat faktor, yaitu:
1.      Perceived severity (tingkat keparahan), dari kejadian yang menakutkan, misalnya serangan jantung.
2.      Perceived vvulnerability (tingkat kerentanan), misalnya tingkat kerentanan seseorang terkena serangan jantung.
3.      Perceived resnponse efficacy (tingkat kemanjuran respon)
4.      Perceived self-efficacy (tingkat kepercayaan diri), kepercayaan diri individu terhadap satu kemampuan untuk melakukan perilaku pencegahan yang direkomendasikan.
Gambar Konsep Protection Motivation Theory (PMT)
C.   Model Protection Motivation Theory

Protection Motivation Theory (PMT) mengatakan bahwa apakah kita melakukan penyelesaian yang adaptif atau maladaptif diperoleh dari hasil dua penilaian, yaitu proses penilaian ancaman (process of threat appraisal) dan proses penilaian penyelesaian (processof coping appraisal). Penilaian ini dilakukan untuk melakukan perilaku yang dapat mengurangi ancaman. Kedua penialain ini merupakan hasil dari keinginan untuk melakukan respon yang adaptif (protection motivation) atau yang maladaptif.
Respon maladaptif ialah dimana seseorang melakukan perilaku beresiko yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif (contohnya merokok) dan absence of behaviour  yang dapat menyebabkan konsekuensi negatif (contohnya tidak menghindari pemeriksaan kanker payudara dan kehilangan kesempatan untuk mendeteksi dini tumor lebih awal).
Protection Motivation Theory (PMT) menawarkan untuk merubah perilaku hidup sehat dengan pencegahan dan motivasi, diantaranya:
1.      Menawarkan penilaian efektifitas perilaku yang dianjurkan
2.      Meningkatkan kepercayaan pada kemampuan diri
3.      Mempertimbangkan faktor lain yang mendukung, contoh: biaya

D. Ruang Lingkup dan Aplikasi
Protection Motivation Theory (PMT) dapat digunakan untuk mempengaruhi dan memperkirakan berbagai macam perilaku. Teori ini dapat digunakan dalam perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Ciri utama dari aplikasi ini adalah mengurangi perilaku negatif, misalnya: perilaku tidak sehat (seperti meminum alkohol, merokok) dan meningkatkan gaya hidup sehat.

Sumber: 
Budi I., Ayu dan MG Catur Yuantari. 2010. Hubungan antara Motivasi Perlindungan dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Maker pada Polisi Lalu Lintas di Semarang Barat.Jurnal Visikes – Vol.9 / No. 1 / April 2010.


                      http://eprints.dinus.ac.id/6345/1/11._PROTECTION_MOTIVATION_THEORY_nj.pdf. Yang diakses pada 22 Maret 2016, pukul 20.18 WIB

Minggu, 22 Mei 2016

SKD-KLB

Pengertian KLB
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat.
Peringatan kewaspadaan dini KLB adalah pemberian informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Deteksi dini KLB adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB

Dampak KLB
KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak yang terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi ancaman KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB/wabah.

Penyelenggaraan SKD KLB
Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat dilakukan dengan :
  1. Pengorganisasian, Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap unit pelayanan kesehatan, Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI wajib menyelenggarakan SKD KLB dengan membentuk unit pelaksana yang bersifatfungsional atau struktural.
  2. Sasaran, sasaran SKD KLB meliputi penmyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB.
  3. Kegiatan SKD KLB.
Tujuan penyelenggaraan Kegatan SKD KLB
Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB, seperti:
  1. Teridentifikasinya adanya ancaman KLB.
  2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB.
  3. Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB.
  4. Terdeteksinya secara dini adanya kondisi rentan KLB.
  5. Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.
Sumber: http://www.diskes.baliprov.go.id/